Memoar



Jakarta, April 2016. 

Namaku Kiandra, aku sudah mati. Hatiku hilang dibawa pergi. Bukan dicuri, tapi aku yang memberikannya. 

Mungkin aku adalah satu-satunya orang yang membenci hujan.  Entah udara yang dingin atau langit yang kelabu, hujan selalu berhasil merubah segala yang cerah menjadi abu-abu. Tapi hujan selalu berhasil membuatku menulis sejuta kalimat tentangmu. Warna.. dari segala hitamku.

Kata orang, hujan itu terbuat dari kepergian. Setiap lambaian tangan, satu awan terbentuk. Lalu saat rindu datang, mereka berkumpul menjadi hujan.

Aku masih terdiam dengan senyum yang tertahan. Entah senyum kebahagiaan atau senyum kepedihan, memandang langit dari balik jendela berharap pelangi muncul setelah gerimis datang. Pelangi? Bodoh, seindah-indahnya pelangi dia hanya fatamorgana. Seperti halnya, berharap kamu datang bersama pelukan. 

Apa karena hujan? Gerimis yang menghadirkan kenangan setelah kemarau panjang?  Aneh! Mungkin tidak, mungkin hanya aku saja yang berlebihan, atau karena ingatan-ingatan.  Hari ini sama persis dengan hari itu, matahari berada di ujung cakrawala menunggu waktunya terbenam.  Seorang wanita yang berdiri di antara matamu. 

Senja melintas dengan cemas. Cahaya emas teredam dalam pelupuk mata. Dalam diam, aku menjerit keras.

Aku masih ingat rasanya jatuh cinta padamu, waktu itu. Seperti sebuah lingkaran waktu yang melambat lalu berhenti dengan sendirinya. Rindu, mungkin adalah sebuah luka yang mematikanku berkali-kali. Lalu untuk apa kita jatuh cinta? Memori yang masuk melalui jendela-jendela kecil ruang kenangan, membuat otakku bekerja lebih keras dari biasanya.

Aku sudah tidak sanggup lagi, rasanya ingin kuhancurkan saja semua kaca masa lalu itu. Aku tidak peduli, jika pecahan tajamnya akan melukaiku.. Kenanganku bersama Alpha. Huruf pertama yang membuatku jatuh cinta. Tapi sebelumnya biarkan aku menceritakan dimana posisiku sekarang ini. Aku sekarang sedang berada di ruang kerjaku bersama secangkir teh diiringi gerimis di kawasan Jakarta Pusat yang gerah ini. Dan, kita akan mulai ceritanya dari sini.


***

Jogjakarta 1994, 

Aku senang berada di dalam perpustakaan, suasana yang jauh dari hingar bingar, hal yang membuatku nyaman berjam-jam di perpustakaan adalah ketenangan. Aku suka puisi, karya sastra dan seni. Waktu itu aku sengaja duduk di bangku paling belakang, membaca buku kumpulan syair Sapardi. Mencintaimu dengan sederhana; adalah puisi favoritku dari banyaknya syair pujangga.

Kemudian, tiba-tiba aku dikejutkan oleh seorang laki-laki yang entah darimana datangnya, kemudian dia duduk didepanku lalu dengan tidak sopan mengambil buku yang sedang aku baca.

“Hey, kamu apa-apaan?” Kataku dengan nada tinggi

“Sttt.. Jangan berisik ini di perpustakaan, aku nggak lama kok” jawabnya

“Mau apa?” celetukku kebingungan

“Aku utusan dari kantin, mengirimkan menu baru”

“HAH?! KAMU GILA YA?!” jawabku setengah berteriak dan meninggalkannya begitu saja.


Aneh, dia itu siapa seenaknya mengganggu orang. Aku memperhatikannya dengan seksama, tapi aku tidak mengenalnya. Lalu apa mau laki-laki berpakaian amburadul ala preman pasar itu. Utusan dari kantin katanya? Astaga, sejak kapan kantin sekolah mempunyai seorang utusan? Memangnya Nabi? Pakai utusan segala. Aku yang baru tau atau dia yang bodoh. Ah sudah, lupakan, mungkin dia cuma brandal sekolah yang suka menggoda perempuan, pikirku.

Hari demi hari, aku merasa semakin aneh, bahkan lebih menyebalkan dari sebelumnya.  Untuk apa dia selalu menggangguku, dengan gayanya yang sok keren lalu melakukan hal-hal aneh yang tidak pernah aku maupun orang lain pikirkan. Lebih anehnya lagi, menapa sekarang aku mulai penasaran padanya. Siapa laki-laki itu? Dia selalu mengikutiku saat pulang sekolah, seperti penguntit saja. Aku hanya perlu mengabaikannya saja dan berpura-pura tidak melihatnya.  

Dulu saat pulang sekolah, aku lebih suka berjalan kaki. Sendirian menyusuri jalan yg sudah sepi, berhayal menjadi seorang seniman besar. 

“Hey kiandra, mau pulang ya?” sapanya

“Iya” jawabku setengah kaget


Ya Tuhan, haruskah aku bertemu dia lagi? Tunggu, tapi dia tau namaku, apa dia mengenalku? Ah rasanya tidak mungkin, aku yakin tidak pernah mengenalnya. Sekali lagi aku memperhtikannya dengan seksama, dia mempunyai tubuh yang tinggi, hidung yang sedikit mancung, mata yang indah, yaa.. wajah yang memang aku akui cukup tampan, tapi satu hal yang sangat disayangkan, dia sedikit gila.

“Jalan kaki ya? Kok sendirian? Boleh aku ikut?”

“Loh, ikut kemana?” tanyaku

“Ikut kamu, jalan kaki. Boleh ya?”

“Nggak usah, nanti kaki mu capek” ejekku, sambil berlalu pergi.

“Gapapa, jangan khawatirkan kaki ku katanya sambil tertawa.

Boleh ya, aku nggak akan mengganggumu katanya kemudian

Aku cuma ingin berjalan di belakangmu itu saja”. Katanya sambil berlari kecil menyusulku dari belakang.

“Terserah kamu saja” jawabku langsung berlalu pergi dan mengabaikannya. 

Mungkin dengan begitu dia tidak akan mengikutiku lagi.

“Kiandra, kamu cantik” celetuknya

“Hah? Aku bahkan tidak mengenalmu?” kataku ,

“Aku adalah huruf pertama”  jawabnya kemudian

“Huruf pertama yang menyukaimu” katanya lagi

“Tunggu saja”  lanjutnya dengan lengkung manis di wajahnya.


Aku sangat terkejut mendengarnya berbicara seperti itu. Aku rasa dia memang sedikit tidak waras. Tapi, entah mengapa, tanpa kusadari aku tersenyum tipis saat mendengarnya. Setelah  cukup lama berjalan, akhirnya kami berpisah di persimpangan jalan dekat rumahku.

“Kiandra, sampai jumpa besok, terimakasih sudah boleh ikut denganmu”

“Hey, aku bilang aku tidak mengenalmu” jawabku dengan kesal

“Nanti kamu juga tau siapa namaku. Dahhhh” teriaknya dari jauh sambil melambaikan tangan padaku.



***


Pagi itu di dalam kelas 2 Sosial 3. Aku sengaja datang lebih pagi karena jadwal piket yang tiap anak diwajibkan untuk datang lebih awal. Kemudian aku menemukan sebuah surat di atas mejaku. Aku melihat sekeliling kelas, barang kali ada seseorang disana. Nyatanya hanya ada aku dan debu dilantai yang belum ku bersihkan. Karena  rasa penasaran, aku segera membuka surat itu dan langsung membacanya.


Aku; huruf pertama yang menyukaimu”


Satu senyuman mengembang dari bibirku. Jantungku berdegup sangat cepat, entah sihir apa yang ada dalam surat itu, meskipun tidak diberi nama, aku sudah tau pasti siapa pengirimnya. Ya Tuhan, menapa aku membiarkan dia masuk begitu saja dalam hidupku, perasaan apa ini rasanya gugup sekali. Tak lama setelah itu aku melihat seseorang sedang berdiri di luar kelasku, seolah memang sedang menungguku. Kemudian aku berjalan menghampirinya.

“Selamat pagi Kiandra” dengan senyum manis, dia menyapaku.
 
“Aku, huruf pertama yang menyukaimu” katanya lagi sembari menjabat tanganku

“Sepertinya kita nggak usah bertemu lagi” ungkapku gugup , lalu  melepas jabat tangannya

“Tapi nggak jadi” jawabnya “Karena aku tau kamu pasti menolakku”

“Maaf kalau kamu nggak suka, tapi aku sangat menyukaimu” katanya sambil senyum

Kiandra, semua siswa disini sombong ya lanjutnya


Aneh, kanapa muncul perasaan bersalah karena sudah bersikap dingin padanya. Aku rasa kata-kata itu memang sengaja ditujukan padaku. Dia memang aneh, tapi menurutku dia anak yang baik. Mungkin aku akan mencoba berteman dengannya, tidak ada salahnya kan, pikirku. 

Namun seiring berjalannya waktu, lambat laun aku merasa aku mulai menyukainya. Rasanya berbeda kalau satu hari saja aku tidak mengobrol dengannya.

Hey huruf pertama.. sepertinya aku mulai menyukaimu kataku gugup

Siapa?” jawabnya

Kamu

Kamu siapa? tanyanya lagi

Kamu, Alpha

Akhirnya, ini kali pertamaku menyebut namanya. Alpha, aku benar-benar gugup. Aku hanya diam setelahnya sembari meremas tanganku yang berkeringat.

Nah, kan apa ku bilang.. kamu pasti tau namaku” katanya sambil tertawa kecil

Ahh alpha.. dia selalu bisa membuatku tertawa, yaa minimal tersenyum.


***


Jogjakarta 1994, 

Aku dan Alpha resmi berpacaran. Aku senang Tuhan mempertemukanku dengan Alpha, laki-laki yang sangat mencintaiku dan sangat aku cintai. Diawali dengan pertemuan konyol kami di perpustakaan sekolah. Kadang aku tertawa sendiri kalau mengingatnya, seorang utusan kantin datang menemuiku. Haha.. aku sangat menyukai Alpha. Hari-hariku yang biasa saja sekarang menjadi sangat berwarna.

Kiandra, aku kangen kamu kalimat sederhana yang diucapkan alpha

Iya, aku tau” jawabku, lalu memeluknya tanpa rasa malu.

“Bagaimana kalau hari ini adalah hari terakhir kita, Kiandra?” tanyanya dengan tertawa kecil

Kalau begitu kita harus menghidupi hari ini dengan segala kebahagiaan!” jawabku tersenyum 

Kalau hari ini berakhir dan aku harus pergi, tetap pejamkan matamu. Ingatlah hal-hal indah dan anggaplah aku sebagai mimpimu” katanya dengan penuh cinta



***



 Jogjakarta 1995

Satu tahun aku melewati hari-hari yang begitu bahagia bersama Alpha. Satu tahun terakhir yang sangat istimewa. Sampai detik inipun perasaanku masih tetap sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah. Aku semakin mencintai Alpha

Aku yakin malam ini tidak ada yang mampu menghapus senyum dari bibirku, bahkan Tuhan sekalipun, mungkin. 

Sekotak  besar popcorn dan dua lembar tiket bioskop yang ku genggam erat, sembari menunggu Alpha datang menemuiku. Sorw itu hujan sangat deras, aku khawatir apakah Alpha baik-baik saja. Apakah Alpha akan datang.

“Halo Kiandra”

“Halo, kamu dimana Alpha?” jawabku cemas

“Tunggu saja, aku sebentar lagi sampai”

“Hujannya sangat deras alpha, lebih baik nggak usah datang saja” 

Tenang saja, aku sudah dekat. Aku kangen kamu, Kiandra

Dasar, sudah berapa kali kamu mengatakannya ungkapku Baiklah, aku akan menunggu

Aku penasaran, sihir apa yang dipakai alpha untuk membuatku selalu tersenyum malu mendengar perkataannya. 


Tak lama setelah itu aku melihat Alpha berada diseberang jalan dengan memakai jaket jeans nya yang dia gunakan untuk menutup kepalanya agar tidak terkena hujan. Dia berlari menuju ke arahku. Tapi apa yang aku lihat?. Tiba-tiba mobil melaju kencang dari arah yang berlawanan menghantam tubuh Alpha dengan begitu cepat.

“Brakkkkkkk!!!!” tubuh Alpha terpental sangat jauh dan terbanting ke tanah.

“Alphaaa! Alphaaa!” teriakku sambil berlari menuju kearahnya.


Aku menangis sejadi-jadinya, aku peluk erat tubuh Alpha yang penuh dengan darah. Ya Tuhan benarkah yang kulihat ini. Benarkah dia Alpha. Aku mohon, jangan hapus senyumku dengan cara seperti ini. Aku memanggil-manggil nama Alpha, namun dia tidak bergerak sama sekali. Kemudian Ambulance datang dengan beberapa orang yang mengelilingi kami.


Jogjakarta 1995

Alpha akhirnya  pergi. Ini memang bukan luka pertama yang aku alami. Tapi mungkin ini kehilangan paling menyakitkan yang pernah aku rasakan. Kurapalkan doa disetiap sujudku, aku berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Aku berharap segera terbangun dari mimpiku dan berlari memelukmu erat Alpha.

Aku ingat dulu saat kamu bilang

 “Tetap pejamkan matamu. Ingatlah hal-hal indah dan anggaplah aku sebagai mimpimu

Tanpa sadar itu membuatku menggumam;

Bila nanti kamu meninggalkanku, tinggalkanlah cintamu agar bernaung dalam nadi auraku.  

Namun bila nanti jiwamulah yang pergi meninggalkanku, biarkan setiaku yang akan menyusulmu.

Yang aku ingat saat itu, Alpha terlihat sangat tampan. Dan setelahnya aku menangis bagaikan menyesal pada diriku sendiri.




***



Jakarta, 2016. 

Sore ini, aku terbangun dengan beberapa kenangan yang membuat kesedihan hadir dipelupuk mata, seperti sebelumnya tentang kamu dan segala penyesalan yang ditinggalkan waktu. Layaknya gelas kaca yang pecah direkatkan kembali, lalu dibanting lagi.

 Itu hanya sedikit cerita bagaimana aku bertemu dan akhirnya berpisah dengan Alpha. Sebenarnya masih banyak yang belum aku ceritakan. Tapi aku rasa sudah cukup menggambarkan bagaimana kisahku.

Sekarang aku duduk sendiri di ruang kerjaku dengan gerimis yang enggan berhenti sejak tadi pagi. Aku hanya berusaha seperti biasa untuk mengingat senyum terbaik yang pernah aku punya darimu,  dan karenamu. Entah sekarang untuk siapa senyum ini. Mau sampai kapan, Kiandra? Rasanya ingin aku buang saja segala yang kamu tinggalkan pada sudut ingatan, didalam kotak berdebu bernama kenangan ini. Tapi yang bisa aku pastikan; hati, cinta dan seluruh hal yang dulu milikmu masihlah milikmu, hingga detik ini.

Hasil gambar untuk memoir

Benturkan saja kepala hingga darah mengaliri kenangan bersamanya, semoga cepat hilang.


0 komentar:

Posting Komentar

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda