Bakat
adalah kemampuan yang merupakan sesuatu yang melekat (inherent) dalam
diri seseorang, merupakan bawaan sejak lahir dan terkait dengan struktur
otak. Definisi Columbus Group, bakat adalah 'asynchronous
development', yakni kemampuan kognitif di atas rata-rata, mempunyai
intensitas kuat yang dipadu dengan pengalaman dan kesadaran diri yang
secara kualitatif berbeda dengan orang normal.
Pengertian keberbakatan menurut para ahli, yaitu:
1. Renzulli
(1981), bakat merupakan gabungan dari tiga unsur esensial yang sama
pentingnya dalam menentukan keberbakatan seseorang, yakni kecerdasan,
kreativitas, dan tanggung jawab. Menurut Tedjasaputra, MS (2003), bakat
adalah kondisi seseorang yang dengan suatu pendidikan dan latihan
memungkinkan mencapai kecakapan, pengetahuaan dan keterampilan khusus.
2. Menurut
Widodo Judarwanto 2007, keberbakatan adalah kemampuan intelektual atau
kecerdasan diantaranya meliputi kemampuan intelektual musik, matematika,
fisika, kimia, elektronika, informasi tehnologi, bahasa, olahraga dan
berbagai tingkat kecerdasan di berbagai bidang lainnya yang kemampuannya
jauh di atas rata-rata anak seusianya.
3. Menurut
Galton 2002, kebeberbakatan merupakan kemampuan alami yang luar biasa,
diperoleh dari kombinasi sifat-sifat yang meliputi kapasitas
intelektual, kemauan yang kuat, dan unjuk kerja.
4. Menurut
Renzulli 2002, keberbakatan merupakan interaksi antara kemampuan umum
dan/atau spesifik, tingkat tanggung jawab terhadap tugas yang tinggi dan
tingkat kreativitas yang tinggi. Menurut Clark (1986), keberbakatan
adalah ciri-ciri universal yang khusus dan luar biasa, yang dibawa sejak
lahir dan merupakan hasil interaksi dari pengaruh lingkungan.
Keberbakatan ikut ditentukan oleh kebutuhan dan kecenderungan kebudayaan
dimana seseorang yang berbakat itu hidup.
Dilihat
dari sudut pandang berdimensi ganda, keberbakatan adalah kemampuan
untuk kerja yang tinggi di dalam aspek intelektual, kreativitas, seni,
kepemimpinan, atau bidang akademik tertentu. Dalam konsep luas dan
terpadu, keberbakatan merupakan kecakapan intelektual superior, yang
secara potensial dan fungsional mampu mencapai keunggulan akademiak di
dalam kelompok populasinya dan atau berbakat tinggi dalam bidang
tertentu, seperti matematika, IPA, seni, musik, kepemimpinan sosial dan
perilaku kreatif tertentu dalam interaksidengan lingkungan dimana
kecakapan dan unjuk kerjanya itu ditampilkan secara konsisten.
Anak
berbakat didefinisikan oleh USOE (United States Office of Education)
sebagai anak-anak yang dapat membuktikan kemampuan berprestasinya yang
tinggi dalam bidang-bidang seperti intelektual, kreatif, artistik,
kapasitas kepemimpinan atau akademik spesifik, dan mereka yang
membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama dengan yang
disediakan di sekolah sehubungan dengan penemuan
kemampuan-kemampuannya.
Sutratianah lebih lanjut mengungkapkan karakteristik anak berbakat antara lain:
Sutratianah lebih lanjut mengungkapkan karakteristik anak berbakat antara lain:
· Memiliki tingkat inisiatif, imajinasi dan kreatifitas yang juga demikian tinggi.
· Namun
sebaliknya dibalik kelebihan itu seringkali disertai penyimpangan
beberapa perilaku seperti gangguan sosialisasi, emosi tinggi dan labil,
agresifitas tinggi, gangguan konsentrasi, impulsifitas tinggi, gangguan
tidur, hiperaktif dan beberapa gangguan perilaku lainnya.
· Rasa tidak puas yng beralasan, yang bagi anak-anak lain puas/menerima begitu saja akan hal-hal ilmiah.
· Kemauan untuk bekerja sendirian dalam jangka waktu yang lama.
· Kemampuan melihat adanya hubungan di antara bermacam-macam unsur dalam satu situasi tertentu.
· Kemampuan
yang tinggi di bidang matematika, membaca, mengungkapkan ide-ide
scienci, menggenerelisasikan hal-ihwal, berpikir kuantitatif.
Renzulli
menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang pada
hakikatnya adalah tiga kelompok ciri-ciri sebagai berikut:
· Kemampuan di atas rata-rata.
· Kreativitas tinggi.
· Pengikatan diri atau tanggung jawab terhadap tugas (task commitment)
B. CIRI –CIRI ANAK BERBAKAT
1. Menurut R.A Martison dalam bukunya “The Identification of the Gifted and Talented (1974)” anak berbakat memiliki ciri :
a. Membaca pada usia yang relatif lebih muda.
b. Membaca lebih cepat dan lebih banyak.
c. Memiliki perbendaharaan kata yang luas.
d. Mempunyai rasa ingin tahu yang luas.
e. Mempunyai minat yang luas, juga pada persoalan “dewasa”.
f. Mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri.
g. Menunjukkan keaslian dalam ungkapan verbal.
h. Member berbagai jawaban yang baik.
i. Bisa memberikan banyak gagasan.
j. Luwes dalam berpikir.
k. Terbuka pada rangsangan dari lingkungan.
l. Memiliki pengamatan yang tajam.
m. Bisa memberikan pengamatan yang tajam.
n. Bisa berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama pada bidang yang diminati.
o. Berpikir kritis.
p. Senang mencoba hal-hal baru.
q. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi.
r. Senang terhadap kegiatan intelektual dalam pemecahan masalah.
s. Cepat menagkap hubungan sebab-akibat.
t. Berperilaku terarah pada tujuan.
u. Mempumyai daya imajinasi yang kuat.
v. Mempunyai banyak kegemaran (hobi).
w. Memiliki daya ingat yang kuat.
x. Tidak cepat puas dengan prestasinya.
y. Sensitif dan menggunakan intuisi.
z. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
2. Berdasarkan kuisioner ciri-ciri anak berbakat (Munandar, 1982; Munandar, 1987) :
a. Berdasar dimensi ciri intelektual :
· Mudah menangkap pelajaran.
· Ingatan baik.
· Perbendaharaan kata luas.
· Penalaran tajam (memahami hubungan causal).
· Daya konsentrasi baik.
· Menguasai banyak bahan dari macam-macam topik.
· Senang dan sering membaca.
· Ungkapan diri lancar dan luas.
· Pengamatan cermat.
· Senang mempelajari kamus, peta, ensiklopedi.
· Cepat memecahkan soal.
· Cepat menemukan kesalahan dan kekeliruan.
· Cepat menemukan asas dalam suatu uraian.
· Mampu membaca pada usia lebih muda.
· Daya abstraksi tinggi.
· Selalu sibuk menangani berbagai hal.
b. Berdasar dimensi ciri kreatifitas :
· Dorongan rasa ingin tahu yang besar.
· Sering mengajukan pertanyaan yang baik.
· Memberikan banyak gagasan dan usulan terhadap masalah.
· Bebas dalam menyatakan pendapat.
· Mempunyai rasa keindahan.
· Menonjol dalam salah satu bidang seni.
· Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.
· Rasa humor tinggi.
· Daya imajinasi baik.
· Keaslian tinggi (dalam memecahkan menggunakan cara orisinil yang jarang diperlihatkan orang lain).
· Dapat bekerja sendiri.
· Senang mencoba hal baru.
· Berkemampuan mengembangkan dan merinci gagasan.
c. Berdasar dimensi motivasi :
· Tekun mnghadapi tugas.
· Ulet dalam menghadapi kesulitan.
· Ingin mendalami bahan yang diberikan.
· Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin.
· Menunjukkan minat terhadap macam- macam masalah “orang dewasa“.
· Senang dan rajin belajar, penuh semangat, cepat bosan dengan tugas-tugas rutin.
· Dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya.
· Mengejar tujuan jangka panjanng.
· Senang mencari dan memecahkan soal-soal.
Namun,
kita sebagai calon pendidik sebaiknya tidak mengartikan bahwa semua
anak berbakat itu harus memenuhi semua syarat diatas. Dan tetap pada
prinsip bahwa setiap anak memiliki tatanan kemampuan dan bakat yang
berbeda.
C. KONSEP BAKAT RENZULI
Konsepsi Renzuli yang terkenal dengan nama “Three Ring Conception”
menyatakan bahwa keberbakatan merupakan keterpaduan yang bersinergi
antara intelegensi (diatas rata – rata/IQ>120), kreativitas yang
tinggi dan pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Three Ring Conception dari Renzuli dapat digambarkan sebagai berikut.
Selanjutnya Renzuli menjelaskan kriteria keberbakatan adalah sebagai berikut:
1. Kriteria
pertama : Mempunyai intelegensi atau IQ diatas rata – rata (>120),
yang antara lain di tandai dengan kemampuan daya abstraksi, kemampuan
penalaran yang tinggi serta kemampuan memecahkan masalah.
2. Kriteria
kedua : Mempunyai kreativitas yang tinggi yang ditandai dengan
kemampuan yang untuk menciptakan sesuatu yang baru, kemampuan untuk
memberikan gagasan – gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan
masalah, dan kemamapuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara
unsur – unsur yang sudah ada sebelumnya.
3. Kriteria
ketiga : Mempunyai tanggung jawab terhadap tugas yang ditandai dengan
ketekunan dan keuletan yang amat tinggi, walaupun mengalami bermacam
hambatan dan rintangan, serta menyelesaikan tugas menjadi tanggung
jawabnya dengan baik.
C. KURIKULUM BERDIFERENSIASI UNTUK ANAK BERBAKAT
Pada
hakekatnya keberbakatan intelektual adalah integrasi kemampuan –
kemampuan yang terakselerasikan dalam perkembangannya atau dengan kata
lain yang perkembangannya berlangsung secara cepat. Oleh karena itu anak
berbakat membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda daripada yang
diperoleh dari sekolah – sekolah biasa.
Layanan
perkembangan anak berbakat yang mengalami perkembangan yang sangat
cepat membutuhkan kurikulum berdiferensiaiai yaitu kurikulum yang
berbeda dengan kurikulum umum (kurikulum nasional). Kurikulum umum
mencakup berbagai pengalaman belajar secara komprehensif dalam kaitan
dengan tujuan belajar tertentu, dengan mengembangkan kontennya sesuai
kepentingan perkembangan populasi sasaran tertentu. Sedangkan kurikulum
berdiferensiasi bagi anak berbakat terutama mengacu pada penanjakan
(eskalasi) kehidupan mental melalui berbagai program yang menumbuhkan
kretivitsnya serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual pada
tingkat tinggi (Semiawan, 1997). Untuk mengembangkan fungsi belahan
otak kanan, dengan pengalaman belajar yang dirancang secara khusus agar
tujuannya yaitu pengembangan keberbakatan dapat tercapai secara optimal.
Pengembangan keberbakatan dapat dibedakan menjadi 2 (segi) yaitu:
a. Pengembangan Komponen
1. Komponen
Pertama merupakan langkah identifikasi yang dijadikan pengukuran
(assessment) yang akan memberi gambaran tentang profil kemampuan dan
kelemahan anak berbakat, sekaligus kecenderungan dan kecepatan
belajarnya serta proses (cara-cara) belajarnya. Profil tersebut
merupakan dasar bagi penyeleksian materi peljaran yangperlu diperdalam
dan diperluas atau dengan kata lain “digemukkan” (compact)
2. Komponen
Kedua merupakan upaya penanjakan (eskalasi) dari dinamika mental dengan
tindakan kreatif tertentu. Komponen kedua ini sebenarnya merupakan
dasar utama dari penggemuakan kurikulum dengan merancang kegiatan
belajar yang menyuhut (triggering) fungsi belahan otak kanan.
Agar kurikulum tersebut dapat menciptakan belajar kreatif, maka jangan
hanya menekankan bagaiman menggunakan pikiran serta segala peralatan
mentalnya untuk belajar tetapi harus menciptakan kondisi belajar
bagaimana seharusnya belajar (to learn how to learn)
3. Komponen
Ketiga menekankan orientasi belajar pada konten, produk dan proses.
Disini yang penting bukan jumlah dari konten pengetahuan yang diterima
tetapi lebih pada mampu tidaknya mengelol pengembangan lebih lanjut. Hal
ini disebabkan interes anak berbakat satu sam lain berbeda, “mereka
ingin tahu (curiosity) untuk lebih tahu lagi” , dan bersifat
konsisten. Untuk itu maka proses belajarnya seyogyanya terutama mengacu
pada dampak pengiring (nurturing effect) perolehannya, dan bukan semata – mata pada pencapaian tujuan instruksional khusus (specific objective)
4. Komponen
Keempat bersifat teknis dalam mempersiapkan logistic (fasilitas, ruang
kelas, peralatan, pengetahuan, jam belajar, personalia) serta sub sistem
yang dapat mendukung dalam penyelenggaran kurikulum berdiferensiasi
(Semiawan, 1997).
b. Pengembangan Matra
Sedang matra merupakan disain kurikulum yang memperhatikan ciri – ciri keberbkatan, dan terdiri dari:
1. Matra
Umum, matra ini berdasarkan kurikulum umum yaitu kurikulum nasional.
Walaupun kurikulum nasioanl ini diperlukan juga bagi anak berbakat
tetapi karena kurikulum ini akan lebih cepat diselesaikan oleh anak
berbakat, tetapi kurang memberikan tantangan, maka perlu optimalisasi
perkembangan kemampuannya. Untuk itu perlu matra yang dideferensiasikan.
2. Matra
yang diferensiasikan, matra ini merupakan matra yang terpenting dalam
kurikulum berdiferensiasi, karena disini dilakukan penggemukan materi,
artinya materi ini diperluas atau diperdalam tanpa menjadi lebih banyak.
Dalam matra ini dilakukan peningkatan pengalaman belajar dengan tingkat
berpikir abstak yang lebih tinggi, konseptualisasi yang lebih luas dan
dilakukan upaya peningkatan kreativitas melalui berbgi kegiatan yang
secara langsung melibatkan siswa secara aktif dalam belajar menemukan (discovery learning) maka akan terjadi penanjakan dinamis kehidupan mentalnya, dan ini disebut eskalasi.
3. Matra subliminal, senada dengan upaya untuk meletakkan pengalaman belajar pada “belajar bagaimana seharusnya belajar” (to learn how to learn),
maka matra subliminal mencerminkan suasana belajar yang kondusif yaitu
yang berkenaan dengan latar belakang budaya dan iklim akademis yang
kondusif.
4. Matra
non akademis, merupakan perluasan pengetahuan dari bebagai wahana luar
sekolah seperti kegiatan dimasyarakat, museum, radio, dengan demikian
pengetahuannya tidak terbatas pada pengetahuan yang disajikan dibuku
pelajaran dan kurikulum sekolah saja.
Sumber:
●Basuki, Heru. (2005). Kreativitas, Keterbakatan, Intelekual, Dan Faktor – Faktor Pendukung Dalam Pengembangannya. Jakarta: Universitas Gunadarma
● Schoolar.google.com
0 komentar:
Posting Komentar