Tugas ke-4 Kesehatan Mental
1. Pekerjaan dan Waktu Luang
A. Mengubah Sikap Terhadap Pekerjaan
Sikap
(attitude) merupakan salah satu bahasan yang menarik dalam kajian
psikologi, karena sikap sering digunakan untuk mera,alkam tingkah laku,
baik tingkah laku perorangan; kelompok; bahkan tingkah laku bangsa.
Sikap selain dapat berbentuk sikap perorangan (individual), juga dapat
berbentuk sikap social. Sikap individual adalah sikap yang diyakini oleh
individual tertentu, sedangkan sikap social adalah sikap yang diyakini
(dianut) sekelompok orang terhadap suatu objek.
Pekerjaan
dinilai sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk kemajuan manusia,
baik kemajuan rohani maupun jasmani. Pekerjaan memerlukan pemikiran
yang sadar sehingga bisa dengan bebas dapat mengarahkan kegiatannya
kepada suatu tujuan tertentu. Dan tujuan yang dicari dalam pekerjaan
yaitu menjadikan pekerja menjadi lebih baik. Baik disini maksudnya
adalah menjadikan pekerja lebih terpenuhi kebutuhan hidupnya dan
keluarga, dan mereka menghindari aktivitas yang menjadikan mereka buruk.
Dan disini, atasan berperan penting dalam mengubah sikap karyawan
mereka agar dapat bekerja lebih keras dan mencapai kinerja pekerjaan
yang lebih tinggi. Karyawan diusahakan supaya menyukai pekerjaan yang ia
dapatkan agar dapat menghasilkan kinerja yang baik. Manager dalam
mengubah sikap karyawan juga harus memiliki kemampuan yang tepat,
diberikan reward dan punishment kepada karyawan tersebut sehingga memunculkan sikap take and give.
Pembentukan
sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui kontak social terus
menerus antara individu dengan individu lain di sekitarnya. Dalam
hubungan ini, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah
Faktot Intern, yaitu factor-faktor yang terdapat dalam diri individu,
seperti selektivitas. Penyeleksian (selektivitas) diperlukan karena
rangsangan yang dating dari luar (lingkungan) tidak seluruhnya dapt
diresap oleh individu, oleh karena itu seseorang harus memilih
rangsangan-rangsangan mana yang akan “diperdalam” dan
rangsangan-rangsangan mana yang tidak ingin “diperdalam”.
Kemudian
faktor ekstern adalah factor-faktor yang terdapat diluar diri individu,
yaitu sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap, kewibawaan orang yang
mengemukakan suatu sikap, sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung
sikap tersebut, media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
sikap, dan situasi pada saat itu dibentuk.
B. Proses Dalam Memilih Pekerjaan
Seorang
individu membutuhkan pekerjaan untuk bertahan hidup atau memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Biasanya mereka memilih suatu pekerjaan yang
sesuai dengan keahlian yang mereka miliki. Dalam memilih pekerjaan
manusia akan mau dan mampu untuk bekerja dengan baik bilamana ia
ditempatkan pada posisi dengan jabatan yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya, serta bila mana ia bisa memenuhi kebutuhannya dengan
melakukan pekerjaan itu. lni berarti bahwa perusahaan harus bisa
menempatkan orang pada jabatan-jabatan yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya, dengan tidak lupa mempertimbangkan upaya pemenuhan
kebutuhannya.
uanya, para
calon tenaga kerja biasanya terlebih dahulu mengikuti seleksi yang
diadakan oleh pihak perusahaan yang bertujuan untuk mencari calon tenaga
kerja yang memang benar-benar menguasai keahlian didalam bidang yang
dicari oleh pihak perusahaan. Ada enam tahapan yang harus dijalani oleh
seorang calon tenaga kerja, yaitu:
1. Tahap penyerahan surat lamaran
2. Tahap wawancara awal
3. Tahap ujian psikotes (wawancara)
4. Tahap penilaian akhir
5. Tahap pemberitahuan wawancara akhir
6. Tahap penerimaan
6. Tahap penerimaan
Jika
seorang individu sudah mampu melewati semua tahapan seperti diatas maka
individu tersebut akan ditempatkan pada posisi dan porsi sesui dengan
kemampuan yang ia miliki. Apabila dalam proses melakukan kegiatan
bekerja individu tersebut merasakan tidak adanya kenyamanan dalam
bekerja maka motivasi untuk bekerjanyapun rendah, dan hasil
bekerjanyapun tidak sesuai dengan harapan.
C. Memilih Pekerjaan Yang Cocok
Memilih
pekerjaan yang tepat memang perlu proses, bukan hanya disandarkan akan
adanya peluang tapi juga berdasarkan kemampuan dan bakat yang anda
miliki. Salah satu cara untuk memilih pekerjaan yang baik yaitu dengan
mencocokan antara pekerjaan dan kepribadian. Berikut beberapa
kepribadian yang bisa menjadi dasar untuk memilih pekerjaan yang cocok
diantaranya :
1. Konvensional yaitu
memiliki kepribadian yang menyukai dengan aturan, prosedur tetap,
jadwal, instruksi ketimbang harus berfikir dengan ide kreatif. Pekerjaan
yang tepat untuk pribadi konvensional ini adalah akuntan, aktuaria,
inspektur keamanan, keuangan, perencana keuangan, dan penulis teknis.
2. Realistik
adalah orang yang menyukai hasil akhir, menyukai persoalan dan masalah
yang harus dipecahkan. Mereka senang bekerja di luar ruang, bekerja
dengan mesin, alat-alat berat, dan perhiasan. Pekerjaan yang baik untuk
tipe realistik adalah ahli elektro, ahli nuklir, dokter gigi, dan ahli
kunci.
3. Sosialis yaitu orang yang
senang dengan kegiatan sosial membantu penderitaan orang banyak. Mereka
pandai berkomunikasi, bekerjasama dengan team dan merasa nyaman dalam
berinteraksi dengan orang lain. Pekerjaan bagus adalah pelatih pribadi,
psikolog sekolah, bimbingan siswa, guru, relawan dan motivator.
4. Penyelidik
merupakan orang yang senang bekerja sendiri, menyelidiki sesuatu,
menggunakan logika, menyelesaikan masalah dan misteri, menyatukan
masalah yang tercerai, presisi, dan ilmu pasti. Profesi yang tepat yaitu
analis sistem komputer, optometris, profesor ilmu alam, insinyur
piranti lunak, dan pelaku statistik.
5. Wirausahawan
yaitu orang yang pandai melihat peluang dan berani mengubahnya untuk
suatu keuntungan. Pribadi wirausaha selalu action apabila melihat
peluang dan mereka pun memiliki kemampuan memimpin dan mengorganisir
sumber daya. Pekerjaan yang cocok adalah agen sales di advertising,
pekerja finansial, analisis manajemen, direktur program, sales manager
dan pastinya membuat usaha sukses sendiri.
Dalam
memilih suatu pekerjaan seorang individu harus pintar-pintar melakukan
penyesuaian diri terhadap suatu lingkungan baru dimana ia bekerja agar
dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif dan nyaman. Selain itu
apabila seorang individu sudah pernah merasakan kondisi-kondisi dimana
ia bekerja tidak adanya kenyamanan dan akhirya ia memutuskan untuk
berhenti dari pekerjaan itu maka individu tersebut akan lebih
berhati-hati dalam memilih pekerjaan yang berikutnya. Ia lebih teliti
atau lebih peka terhadap suatu bidang pekerjaan yang akan dia cari dan
melakukan survey secara tidak langsung (mencari informasi tentang
kondisi perusahaan yang berkaitan). Apabila dia sudah merasa yakin
dengan kondisi dan system-sistem diperusahan tersebut maka ia baru
merasa mau untuk bekerja diperusahaan tersebut. Jadi lingkungan kerja
atau kondisi kerja dapat mempengaruhi cocok atau tidaknya seseorang
didalam perusahaan atau didalam bidang pekerjaan yang ia tekuni.
D. Penyesuaian Diri Dalam Pekerjaan
Dawis
dan Lofquist (1984) mendefinisikan penyesuaian bekerja sebagai “proses
berkelanjutan dan dinamis di mana seorang pekerja berusaha untuk
mencapai dan mempertahankan korespondensi dengan lingkungan kerja”. Ada
dua komponen utama untuk memprediksi penyesuaian kerja: kepuasan dan
kualitas memberikan kepuasan yang cukup untuk memenuhi permintaan atau
kebutuhan (satisfactoriness). Kepuasan mengacu pada sejauh mana kebutuhan individu dan persyaratan dipenuhinya pekerjaan yang dia lakukan.Satisfactoriness menyangkut penilaian orang lain, dari sejauh mana individu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Ketika
nilai-nilai dan kemampuan yang cocok dengan Pola Kemampuan Kerja dan
Pola penguat Kerja, konselor memiliki tiga alat yang tersedia:
Pentingnya Minnesota Kuesioner bentuk laporan, manual GATB (Departemen
Tenaga Kerja Amerika, 1979), dan Minnesota Occupational Reinforcer
Patterns (MOSC). Semua dapat membantu dalam mengidentifikasi pekerjaan.
Yang berguna bagi klien untuk mengeksplorasi lebih lanjut. Selain itu,
konsep yang relatif baru namun bermanfaat adalah bahwa gaya penyesuaian.
Konsep ini menyangkut tingkat kesesuaian antara orang dan lingkungan.
Empat kualitas ini cocok menggambarkan: fleksibilitas, keaktifan,
reactiveness, dan ketekunan. Semua alat ini dapat membantu klien dan
konselor menggunakan kekayaan informasi dan mempersempit jumlah
alternatif kerja sehingga klien dapat memiliki sejumlah pilihan. Ketika
klien mengambil Minnesota Importance Questionnaire, mereka menerima
nilai pada enam nilai-nilai dan kebutuhan dijelaskan sebelumnya 20 pada
90 sebuah pekerjaan.
E. Waktu Luang
Menurut
kamus Besar Bahasa Indonesia, waktu senggang adalah waktu yang tidak
sibuk. Waktu luang identik dengan bermalas-malasan, dan tidak melakukan
apa-apa. Dari segi cara pengisian, waktu luang adalah waktu yang dapat
diisi dengan kegiatan pilihan sendiri atau waktu yang digunakan dan
dimanfaatkan sesuka hati. Jangan sampai kita mengisi waktu luang kita
dengan hal-hal yang tidak berguna dan tidak menambah wawasan pengetahuan
kita, contohnya berolahraga, membersihkan meja belajar/meja kerja,
membaca Koran, browsing hal-hal yang berguna, belajar bahasa asing,
membersihkan halaman rumah, dsb. Mengisi waktu luang ini tentu saja
memiliki manfaat. Bagi Anda sendiri, manfaat mengisi waktu luang yaitu:
bisa meningkatkan kesejahteraan jasmani, meningkatkan kesegaran mental
dan emosional, membuat kita mengenali kemampuan diri sendiri, mendukung
konsep diri serta harga diri, sarana belajar dan pengembangan kemampuan,
pelampiasan ekspresi dan keseimbangan jasmani, mental, intelektual,
spiritual, maupun estetika, dan melakukan penghayatan terhadap apa
yang Anda sukai tanpa tidak mempedulikan segi materi.
Selain
itu pengisian waktu luang juga berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan
sosial, seperti : meningkatkan daya kerja sehingga memacu prestasi dan
produktivitas, menambah konsumsi sehingga meningkatkan lapangan kerja,
mengurangi kriminalitas dan kenakalan, meningkatkan kehidupan
bermasyarakat.
Memiliki waktu
luang sangat menyenangkan. Akan tetapi, waktu luang yang tak tertata
bisa membuat kita stres. Bermalas-malasan atau membuang waktu luang
biasanya tak menciptakan rasa bahagia. Anda mungkin malah merasa
bersalah dan boros. Ini membuat kita semakin stres. Untuk mengatasi hal
itu, kita hanya butuh merencanakan dengn baik apa yang akan kita lakukan
di waktu luang, hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan positif.
2. Self-directed Changes
A. Konsep dan Pengertian Self-directed Changes
Self-directed changes adalah
sebuah teori yang mengajarkan tentang bagaimana kita bisa mengubah diri
kearah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang mendukung.
Kalau kita tidak bisa mengantisipasi perubahan, maka kita perlu
menjadikan perubahan itu sebagai dorongan untuk mengubah diri. Mahasiswa
mengetahui dan termotivasi untuk melakukan perubahan pribadi dengan
melalui tahapan:
1. Meningkatkan Kontrol Diri
Mendasarkan
diri pada kesadaran bahwa pada setiap manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya sesuai dengan kondisi yang dimiliki setiap
manusia. Itu dapat terjadi sebagai akibat perubahan dalam struktur
kognitif yang dihasilkan oleh perubahan struktur kognitif itu sendiri
atau perubahan kebutuhan juga adanya motivasi internal serta belajar
yang efektif.
2. Menetapkan Tujuan
Dimaksudkan
untuk menjaga individu agar tetap tertuju pada proses pembelajaran,
dalam arti dapat mengetahui dan mampu secara mandiri menetapkan mengenai
apa yang ingin dipelajari dalam mencapai kesehatan mental, serta tahu
akan kemana tujuan hidupnya, cakap dalam mengambil keputusan dan mampu
berpartisipasi di masyarakat dan akan mampu mengarahkan dirinya.
3. Pencatatan Perilaku
Menguatkan
perilaku ulang kalau individu merasa bisa mengambil manfaat dari
perilaku yang pernah dilakukan sebelumnya, kemungkinan lain yang bisa
menjadikan seseorang mengulang perilaku sebelumnya karena merasa senang
dengan apa yang pernah dilakukan.
4. Menyaring Anteseden Perilaku
Bisa
membagi perilaku sasaran ke dalam perubahan, serta membantu individu
agar lebih siap dalam mempelajari perilaku tersebut. Pemahaman akan
anteseden perilaku membantu individu agar dapat dengan tepat memilih
nilai-nilai dan merencanakan strategi.
5. Menyusun Konsekuensi Yang Efektif
Pemahaman
dalam arti sehat mental dapat menentukan perubahan pada individu dalam
melakukan mobilitas untuk melakukan segala sesuatu aktifitas –aktifitas
yang dilakukan oleh manusia, dalam menanggapi stimulus lingkungan, yang
meliputi aktivitas motoris, emosional,dan kognitif dalam mencapai
kematangan mental.
6. Menerapkan Perencana Intervensi
Membawa
perubahan, tentunya pada perubahan yang lebih baik. Dalam arti
pemahaman nilai-nilai, karakter / watak, dan cara cara berperilaku
secara individual. Dalam arti kita harus lebih memahami cara berperilaku
pada kegiatan proses pembentukan watak dan pembelajaran secara
terencana.
7. Evaluasi
Faktor
yang penting untuk mencapai kematangan pribadi, sedangkan salah satu
faktor penting untuk mengetahui keefektivan adalah evaluasi baik
terhadap proses maupun hasil pembelajaran.
![Hasil gambar untuk waktu luang](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi26hSvQ_5go8lWi4Tyd5bc5cMp-utv5-k4_r2Xxm_t_pxzqyWhmFfLKIDI-3Wi_1ZM9RJN9z37yCwKasINSQ8ScumGSX0Lb-xFxOwOQN33qCjIJgcevZaYx7l0EIre2ET9AnHeASatFXTn/s1600/129FreeTime.jpg)
Daftar Pustaka:
Atwater, E. (1983). Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed. New Jersey : Prentice Hall
Munandar, A.,S. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi,Jakarta : PT Gramedia
Gibbons, M. (2002). The Self-Directed Learning Handbook. Jakarta : Gema Insani Press
Goleman, D. (1996). Emotional Intelligence ( Kecerdasan Emosional ). Jakarta : PT Gramedia
Goleman, D. (2004). Primal Leadership Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Jakarta : PT Gramedia
Khavari, K.,A. (2006). The Art of Happiness.Jakarta : Serambi Ilmu Semesta
Schultz, D. (1983). Psikologi Pertumbuhan, Model-Model kepribadian yang Sehat. Yogyakarta : Kanisius
0 komentar:
Posting Komentar